Penjelasan di bawah ini berasal dari kajian “Bhagavad Gita” yang secara rutin diberikan oleh Anand Krishna, dimana Anand Krishna membahas dan mengupas makna tersembunyi yang terkandung di dalam Bhagavad Gita.

Pada pembahasan “Bhagavad Gita 01.01-47: Kegelisahan seorang Arjuna” Beliau membahas tentang sifat serakah dan bahaya sifat serakah tersebut bagi manusia dan kemanusiaan. Mari sama-sama kita simak apa yang Beliau sampaikan, dan semoga semua itu bisa memberikan inspirasi bagi kita untuk mengatasi sifat serakah yang bisa jadi ada di dalam diri kita.

 

“Kebaikan apa yang kuperoleh  dengan membunuh keluarga dan kerabatku sendiri, wahai Kesava (Krsna yang Berambut Indah)? Untuk apa kekayaan, kedudukan, dan kemenangan hasil pembunuhan? Tidak, semua itu tidak kuinginkan.”

“Kemenangan menjadi berarti ketika dinikmati bersama mereka yang kita cintai. Kenikmatan apa yang akan kuperoleh dengan membunuh mereka yang adalah saudaraku sendiri.”

“Lebih baik gugur terbunuh oleh mereka, daripada membunuh mereka. Wahai Madhusudana (Krsna Penakluk Raksasa Madhu), tak dapat kubunuh keluarga dan kerabatku sendiri, demiharta, kekuasaan, kedudukan, dan kenikmatan semu di dunia fana ini.” Bhagavad Gita 1:31-35

https://bhagavadgita.or.id/

 

Terdengarnya baik, tapi Arjuna lupa, bahwa dia berada di medan perang itu bukan untuk kepentingan dirinya. Kaurava ini telah berbuat tidak baik terhadap seluruh negara. Mereka harus binasa di zaman itu. Begitu caranya untuk menggulingkan kerajaan zaman dulu ya begitu. Kalau sekarang caranya demokrasi. Jangan pilih orag yang tidak bisa mengurus, pilih orang yang bisa mengurus.

Kades juga begitu. Apa pun begitu Gubernur begitu. Kita pilih pakai otak sediri. Kita memilih. Tapi kita nggak bisa ngeles seperti Arjuna. Arjuna sedang ngeles, dia tidak mau melakukan tugasnya. Dan dia memberikan alasan alasan yang tidak tepat.

 

“Selain dosa, apa yang akan kuraih dari pembunuhan masal ini? Kebahagiaan apa pula yang akan kuperoleh dengan membunuh mereka? Keserakahan telah menguasai pikiran mereka, sehingga mereka siap perang.”

“Namun, kita masih bisa berpikir jernih, untuk apa menjadi sebab kehancuran diri? Perang mengakhiri peradaban. Kaum pria mati terbunuh, dan banyak perempuan menjadi wanita jalang. Hancur-lebur eluruh tatanan masyarakat.” Bhagavad Gita 1:36-41

“Bukanlah satu generasi saja yang menderita akibat perang; ikut sengsara pula generasi mendatang yang tidak bersalah. Seperti itulah yang kudengar, Janardana (Krsna Penggerak Setiap Manusia). Dan, ikut hancur warisan budaya, tradisi dan segala yang mulia dan berharga.”

“hidup di dunia penuh kekacauan seperti itu sama seperti hidup di neraka; Sayang, walau sadar akan segala akibat ini, kita tetap siap untuk berperang. Lebih baik mati terbunuh tanpa perlawanan, daripada melawan mereka, wahai Krsna.” Bhagavad Gita 1:42-46

“demikian, setelah mengucapka kata-kata seperti itu, Arjuna melepaskan senjatanya, dan duduk dibagian belakang keretanya.” Bhagavad Gita 1:47

https://bhagavadgita.or.id/

 

Terdengarnya Arjuna mengatakan sesuatu yang baik. Tetapi tidak baik, kenapa? Karena dia seorang satria. Seorang satria tugasnya adalah membela negara, kalau seorang satria bilang saya tidak mau berperang dan dia melepaskan senjatanya, siapa mau bela negara?

Kalau seorang bisnismen bilang saya tidak mau mengambil keuntungan, mau makan apa? Harus mengambil keuntungan yang wajar, jangan kita ambil keuntungan tapi tidak wajar.

Saya sering ketemu orang sumpah “sungguh mati”. Nggak usah “sungguh mati-sungguh mati”, semua orang tahu seorang pengusaha harus ada keuntungan. Kalau kita rugi, kenapa jual? Kadang kadang mengenai bisnis, mau nggak mau harus dijual. Itu resiko bisnis. Tapi nggak usah sungguh mati dan sumpah-sumpahan.

Biasa-biasa saja. Jadi hari ini kita bicara tentang mengamati segala hal termasuk makanan, hubungan dengan keluarga.

Tapi mengamati dan mengambil keputusan juga jangan lama-lama. Orang mau beli barang, “tunggu dulu saya mau meditasi”. Nggak bisa juga begitu.

Ada orang-orang ngambil keputusan lama sekali. Kereta sudah berlalu.

Ada cerita di India yang relnya terpanjang seluruh dunia. Kemana mana dulu pakai kereta. Pesawat itu untuk orang-orang kaya. Sekarang pun kereta masih sangat polpuler. Kereta itu berhenti di stasiun cuma 2-3 menit. Kita harus lari-lari naik, kalau mau ke toilet sebentar kereta sudah kewat.

Ada satu orang mau kereta ke toilet sebentar. Padahal di kereta juga ada toilet. Zaman dulu toilet di kereta bau bukan main. Sudah naik tinggal dua menit ke toilet. Saat datang lagi kereta sudah lewat. Ada kereta lain. Dia duduk dia pikir itu kereta dia. Sebentar lagi ada orang naik. Sudah biasa bertanya, kamu mau ke mana? Coba naik pesawat kamu mau ke mana? Tidak demikian, ke Singapura ya Singapura.

Kebetulan orang ini tanya, “kamu mau ke mana?”

“Saya mau ke Bombay.”

“Waduh science ini sudah hebat. Kursi itu ke Bombay kursi ini ke New Delhi. Dia maunya ke New Delhi.

“Ini kehebatan teknologi!”

Jadi jangan begitu juga, ambil keputusan yang benar. Jangan kereta sudah lewat, ambil keputusan apa pun tidak ada gunanya.

Jadi Arjuna mengambil keputusan yang salah. Dia licik.

“Sekarang dalam keadaan perang saya belum tentu menang. Karena di sana pasukannya lebih banyak. (Dia lupa ada backing Krishna). Kalau saya mati gugur gimana? Lebih bagus nggak usah perang masih ada mertua indah.”

Drupada punya kerajaan. Cari 1 kabupaten dapatlah. Pemikiran arjuna itu licik. Bukannya dia rasa iba, cinta. Dia ketakutan menghadapi dan pakai firasatlah.

Kita juga banyakan begitu. Kalau sudah takut menghadapi situasi, “wah firasatnya nggak bagus, ada tokek lagi.”

Ada tokek? Masak tokek menetukan nasib Anda? Kan kacau banget. Ada kucing, anjing, masak kucing, anjing, tokek menentukan nasib kita?

Kita harus mengamati situasi, tidak boleh takut menghadapi sesuatu. Tapi mikir juga jangan lama-lama. Dan jangan membungkus rasa takut dengan rasa iba, dan jangan takut menghadapi stress.