Tulisan di bawah ini bersumber dari pembahasan kajian “Bhagavad Gita dalam Hidup Sehari-hari” yang diberikan oleh Anand Krishna, dimana di dalam pembahasan Anand Krishna menjawab tentang pertanyaan yang hinggap dikepala banyak penyelam spiritual. Yaitu: “Kenapa ada karma yang berbuah cepat dan ada karma yang berbuah lama”

Buah yang dimaksud adalah balasan dari suatu perbuatan, di dalam video yang berjudul “Bhagavad Gita 02.15-30: Menghadapi Kematian, Memahami Keabadian Jiwa” Anand Krishna menjelaskan dengan mendalam.

Mari sama-sama kita simak apa yang Beliau sampaikan, dan semoga penjelasan Beliau bisa memberikan semangat dan inspirasi bagi kita semua untuk senantiasa terus memberdaya diri dari hari ke harinya agar kualitas diri kita bisa semakin membaik dari waktu ke waktunya.

 


 

Wahai Purusarsabha (Arjuna, Banteng di antara Manusia), para bijak yang tidak terpengaruh oleh pengalaman-pengalaman yang tercipta oleh hubungan antara indra dan dunia benda; mereka yang menganggap sama suka dan duka; sesungguhnya tengah menuju keabadian.” Bhagavad Gita 2:15

https://bhagavadgita.or.id/

 

Semua pengalaman terjadi karena ada hubungan antara indra kita, panca indra dengan benda-benda di luar. Mulut berhubungan dengan makanan, baru terjadi pengalaman. Kalau ada makanan tidak ada mulut tidak ada pengalaman. Ada sesuatu di luar kalau kita bisa melihat, kita terpengaruh. Kalau kita tidak melihat, kita tidak terpengaruh. Ada orang menjelek-jelekkan kita, kita tidak mendengar, tidak terpengaruh. Tapi begitu mendengar, si dia bicara tentang saya, langsung kita terpengaruh.

Segala macam pengalaman yang kita alami dalam hidup ini, karena ada hubungan, dan hubungan ini kadang-kadang, misalnya lagi sakit panas, baru mau sembuh atau apa, biasa mulut akan pahit sekali kan? Diberi makanan yang seenak apa pun juga, biasanya kita suka makanan itu, tapi kalau mulut lagi pahit, kita diberi makanan apa pun, rasa nggak enak. Kalau hati tidak tenang, tidak tentram, diajak bicara pun kita tidak enak. Jadi kita melihat semua pengalaman itu, karena indra kita berhubungan dengan dunia luar. Jelas kan kira-kira, ya?

Kalau orang memahami hal itu maka dia menganggap sama suka dan duka. Ada makanan dia tidak lagi milih-milih, makanan yang sehat kita makan. Ada pengalaman suka, ada pengalaman duka, kadang naik, kadang turun, kadang hati lagi gelisah , galau, kadang hati lagi senang, semuanya itu silih berganti. Karena kondisi-kondisi, keadaan-keadaan yang berganti. Lagi sakit apa pun, di luar terasa tidak enak. Lagi enak kadang-kadang di luar ada hal-hal tidak enak pun, kita tidak apa-apa.

Jadi kalau kita memahami hal itu, bahwa semua pengalaman terjadi karena indra kita. Tangan, mulut mata, kuping, pendengar, semuanya karena indra-indra ini. Kita bisa mengalami berganti-ganti setiap saat. Tidak ada pengalaman yang abadi.

 

“Adalah suatu keniscayaan bahwa apa yang tidak ada tak akan pernah ada; dan apa yang ada, tidak akan pernah tidak ada. Keniscayaan kedua hal ini dipahami oleh mereka yang telah menyaksikan kebenaran.” Bhagavad Gita 2:16

https://bhagavadgita.or.id/

 

Banyak di antara kita meng ada-ada, ada suara sedikit, wah itu ada suara apa? Suara ya suara mungkin kucing lagi lewat atau apa, tapi kita mengada-ada. Seolah-olah terjadi sesuatu, padahal tidak terjadi apa-apa. Kondisi memang begitu.

Gunung Agung lagi meletus. Kenapa lagi meletus, karena ada racun-racun gas-gas dalam perutnya. Kalau kita lagi banyak gas dalam perut apa yang terjadi? Sendawa, kentut. Gunung Agung mau kentut, kita bilang “Nggak, Gunung Agung jangan kentut!” Kita bawa binatang, bawa hewan yang tidak bersalah kita buang ke dalam kawahnya, “Makan hewan ini jangan kentut!” Lagi sendawa coba kalian diberi makanan. Gas sudah sampai ke sini (leher) dikasih makanan apa yang terjadi. Bisa mati lho. Gas yang sudah naik itu bisa mempengaruhi jantung.

Kita bilang Gunung Agung itu Bhatara kan? Dewa kan, masa makan binatang? Kita mengada-ada. Kita anggap bahwa dengan cara begitu kita bisa membuat Gunung Agung senang. Yang senang siapa? Kita mempersembahkan sate, yang makan siapa? Kita mempersembahkan apa, yang makan siapa?

Coba pikirkan, kita mengada-ada. Tidak pernah ada kita anggap ada. Ada kita anggap tidak ada pikirkan.

 

“Ketahuilah bahwa Hyang Meliputi alam semesta adalah Tak Termusnahkan. Tiada seorang pun yang dapat memusnahkan Ia Hyang Tak Termusnahkan.” Bhagavad Gita 2:17

https://bhagavadgita.or.id/

 

Sang Hyang Widhi tidak pernah dimusnahkan. Dia tidak perlu atau dewa-dewa ini tidak perlu, tidak  membutuhkan persembahan berbentuk daging atau apa? Persembahan yang kita berikan, adalah untuk menunjukkan rasa hormat kita. Mau memberikan bunga dibuat sesajen, banten dengan bunga dengan apa, menunjukkankan keindahan hati Anda. Di India, mereka memberikan bunga begitu saja. Di Bali kita rangkai kan? Dibuat banten yang indah, bagus itu nggak ada masalah, itu menunjukkan keindahan diri kita, apa yang indah dalam diri kita.

Kalau kita mempersembahkan binatang, kita mempersembahkan kebinatangan diri kita, tapi binatang-binatang yang tidak bersalah jadi korban. Ada hukum karma yang berlaku, saya ingat:

Pada suatu ketika Raja dari Nepal, bersama seluruh keluarganya, datang ke Guru saya. Minta berkah. Datang daan diterima oleh beliau, kebetulan di situ ada 2-3 murid dari sekolah, dari universitas, beberapa dosen juga, mereka mendengar semua kejadian ini.

Apa yang saya ceritakan ini, saya dengar dari mereka. Raja ini bilang kepada Baba, Swami saya ingin berbuat sesuatu dari Nepal, mau membangun gedung sekolah, atau apa. Guru mengatakan beri saya satu janji saja, jangan membuat sekolah jangan membuat apa, semuanya sudah ada di sini. Berikan saya satu janji saja. Jangan lagi mengadakan penyembelihan hewan, untuk acara keagamaan. Raja mengatakan baik.

Pulang kenegaranya dia lupa, tidak sampai satu tahun, seluruh kerajaan itu beserta seluruh anggota keluarga mati terbunuh dengan kondisi yang mengenaskan.

Ini bukan menakut-nakuti, kadang-kadang kita berbuat apa-apa, oke-oke kok nggak terjadi apa-apa. Ada karma yang berbuah cepat, lagi kurang enak badan makan es langsung tenggorokan gatal langsung kena infeksi, masuk angin atau apa. Tapi ada karma yang berbuahnya lama seperti pohon mangga beberapa tahun. 4-5 tahun kan? Baru bisa berbuah. Pisang beberapa bulan sudah berbuah. Padi berapa bulan? Ada karma-karma yang berbuahnya 30 tahun kemudian. 40 tahun kemudian.

Kadang-kadang orang bertanya, kita makan sekian banyak ayam, masak karma kita-kita akan lahir sebagai ayam sekian kali? Setiap orang Indonesia makan 6.000 dalam seumur hidup. Sekarang lebih, 6.000 ekor itu tahun 80-an. Sekarang kita makan ke junk food itu kadang-kadang satu keluarga makan family pack, itu sudah berapa ekor. Jadi sekarang mungkin lebih dari itu. Kalau kita harus jadi ayam 6.000 kali nggak habis-habis karma kita. Maka daging-daging ini, binatang-binatang yang kita makan ini, menyerang kita, sebagai berbagai macam penyakit, salah satu penyakit adalah kanker. Kanker itu adalah serangan dari roh-roh binatang ini yang menjadi sel-sel kanker. Setiap sel itu hidup lho. Ada berapa trilyun sel dalam tubuh kita. Jangan pikir badan kita hanya satu kehidupan. Ada trilyunan kehidupan dalam kehidupan kita. Tidak ada satu pun karma yang kita buat, kita bebas dari karma, mustahil. Tidak mungkin. Jadi kita harus berhati-hari.

Sesuatu yang tidak temusnahkan adalah Tuhan, tapi sel-sel dalam tubuh kita, badan kita sedang temusnahkan. Tuhan tidak terganggu oleh itu, nanti kita mati pun Tuhan tidak terganggu. Yang terganggu siapa? Kita semua akan mati kita juga tahu, tapi apakah kita mati dengan senyuman? Atau mati dengan aduh aduh aduh. Kesakitan itu di tangan kita. Kita bisa bisa menentukan.